Kamis, 10 November 2011

PENGHITUNGAN WARIS (episode V)


PERTEMUAN V
HUKUM WARIS ADAT
Pewaris
Istilah pewaris dipakai untuk menunjukkan orang yang meneruskan harta peninggalan ketika ia masih hidup kepada waris atau orang yang setelah wafat meninggalkan harta warisan dibagikan kepada waris. Sehingga pewarisan ini bisa dilakukan ketika pewaris masih hidup ataupun setelah meninggal. Tegasnya pewaris ini adalah empunya harta peninggalan atau harta warisan.

§  Waktu pembagian Warisan
                                                                        pada saat membutuhkan
                        Masih Hidup            ketika dia dewasa
Waktu                                              bekal untuk menikah
                                                                   7 hari
                         Sesudah Meninggal           40 hari
                                                                   100 hari
                                                                   1000 hari
                                  Penunjukkan
cara                            Penyerahan fisik non yuridis
pembagian                Penyerahan yuridis non fisik
                                  Penyerahan yuridis dan fisik

§  Sebelum Pewaris Wafat ( pengalihan dan penunjukkan)
Di kala pewaris masih hidup ada kalanya pewaris telah melakukan pengalihan atau penerusan kedudukannya kepada waris. Cara penerusan atau pengalihannya ini berlaku menurut adat setempat terutama berkenaan dengan kedudukan, hak dan kewajiban serta harta kekayaan seperti kepada anak lelaki tertua atau termuda di tanah Barak, kepada anak wanita di Minangkabau, dan system kekerabatan lainnya.
Di Lampung, penerusan atau pengalihan hak atas kedudukan dan harta kekayaan biasanya berlaku setelah pewaris berusia lanjut dimana anak-anaknya sudah siap untuk berumah tangga. Dengan pengalihan tersebut, ayah tetap berkedudukan sebagai penasehat dan tempat untuk memberikan laporan selama ia masih hidup sama hal nya denagn di daerah Batak , Manjae ; Jawa, mencar, mentas.
Di Aceh, Minang, Banten, pengalihan hak tersebut diteruskan kepada anak perempuan. Sedangkan di Batak, Lampung, Jawa ( untuk sebagian) dan Bali, bangunan rumah diberikan pada anak laki-laki sedangkan perhiasan dan alat-alat rumah tangga diberikan kepada anak wanita.
Pemberian harta kepada anak tiri atau anak angkat, anak akuan dan anak lainnya yang telah mengabdi guna kehidupan rumah tangga kebanyakan dilakukan sebelum pewaris wafat, oleh karena pewaris takut bahwa si anak akan tersingkir dalam pembagian warisan kelak ketika pewaris wafat oleh anak-anaknya
Apabila penerusan atau pengalihan hak atas harta kekayaan  itu berarti telah berpindahnya penguasaan dan kepemilikan atas harta kekayaan sebelum pewaris wafat dari pewaris kepada waris, maka penunjukkan (jawa,cungan) tersebut penguasaan dan peralihannya akan berlaku setelah pewaris wafat. Sehingga sebelum pewaris wafat, pewaris masih berhak atas kekayaannya tersebut. Misalnya di Lampung, orang tua ketika hidupnya ngejengken (mendudukkan) pernyataan terang didepan anggota keluarga jika si A dapat mobil maka mobil itu menjadi milik A ketika pewaris sudah meninggal, tetapi jika B anak perempuan diberi radio maka jika B melakukan kawin jujur radio tersebut menjadi harta bawaan B.
Penunjukkan tidak saja untuk barang bergerak akan tetapi juga untuk barang tidak bergerak/tetap seperti sawah, tanah, dan kebun. Baik penerusan maupun penunjukkan tersebut,cukup dilakukan dihadapan para waris saja atau keluarga dan tetangga dekat.

§  Sesudah Pewaris Wafat
Pada umumnya hukum adat tidak mentukan kapan waktu harta warisan itu dibagi atau kapan sebaiknya dibagi. Menurut adat kebiasaan waktu pembagian setelah pewaris meninggal dapat dilaksanakan setelah upacara sedekah atau selamatan yang
disebut waktu nujuh hari, waktu emapt puluh hari, nyeratus hari atau waktu seribu hari setelah pewaris wafat oleh karena pada waktu-waktu tersebut para anggota waris berkumpul.
Dikebanyakan masyarakat berlaku pembagian warisan yaitu pada waktu nyeribu hari atau dengan istilah nemukan tahun wafat yaitu hari ulang tahun  wafat pewaris, pada saat mana para waris diharapkan untuk kumpul di tempat pewaris.
Jika seseorang wafat dengan meninggalkan harta kekayaan maka timbul persoalan apakah harta kekayaan itu akan dibagikan atau tidak. Jika tidak dibagi-bagi maka siapa yang akan menguasainya, jika dibagi-bagi  maka siapa yang akan dapat dan berapa bagiannya serta bagaimana pembagiannya. Jika harta nya tidak dibagikan atau ditangguhkan pembagiannya maka kemungkinan dikuasai oleh janda, anak, anggota keluarga lainnya atau tua-tua adat kekerabatan.
Jika yang menguasai janda, maka dilingkungan masyarakat patrilineal dimana istri masuk klan suami, maka janda tetap dapat menguasai hartanya untuk dapat menikmati selama hidupnya untuk kepentingan dia dan anak-anaknya. Penguasaan janda atas hartanya tersebut akan berakhir setelah anaknya dewasa dan berumah tangga atau sampai saatnya harta diserahkan pada waris. Sedangkan di masyarakat matrilineal, janda adalah mutlak menjadi penguasa atas harta warisan yang tidak terbagi untuk kepentingan dia dan anak-anaknya yang pengawasaanya dibantu saudara laki-laki si janda (Minang kabau, Mamak kepala waris ; Semendo, Payung Jurai ), di dalam garis patrilineal juga demikian, si janda akan dibantu dan diawasi saudara laki-laki almarhum suami. Didalam masyarakat Parental janda juga dapat menguasai harta warisan suaminya selama ia masih hidup atau mengalihkannya kepada anaknya setelah mereka berdiri sendiri (jawa,mandiri ; Bugis, an’nya la’ balla’). Bahkan ada kalanya janda dalam menguasai harta warisannya berperan sebagai pembagi harta warisan pada warisnya tanpa campur tangan saudara laki-laki almarhum suami. Kecuali apabila si janda tidak mempunyai keturunan dan tidak pula mempunyai anak angkat maka timbul persolan mencari waris pengganti.
Jika Janda sudah tua dan anak-anak sudah dewasa dan berumah tangga maka harta warisan yang tidak terbagi-bagi itu dikuasai oleh anak yang berfungsi dan beperanan itu. Lebih-lebih harta warisannnya berhubungan dengan  tanah yang pengaruh hak ulayatnya masih tinggi yang bisa dikuasai anak tertua laki-laki (bali) atau pun anak pangkalan laki-laki (batak) serta anak sulung perempuan (Minang kabau, SumSel) dan bungsu perempuan (Daya Kendayan Kalimantan Barat).
Jika pewaris wafat meninggalkan anak yang masih kecil-kecil dan tidak ada jandanya untuk bertanggung jawab mengurus harta warisan, maka yang menguasai hartanya adalah orang tua pewaris dan kalau tidak ada orang tua maka saudara-saudara pewaris yang menguasainya.
Apabila harta warisan itu harta pusaka maka meski barang itu dipegang oleh pewaris, akan tetapi ia berada di bawah pengawasan tua-tua adat (Minangkabau, ninik/penghulu; Lampung, prowatin ; Minahasa, tua unteranak, haka umbana,mapontol).

Harta warisan (HW)
I.         Harta Asal
1.        Harta peninggalan
                                   a.            tidak terbagi
                                   b.            terbagi ada 3:
1)        Patrilinial
Perkawinan jujur
Suami : sehingga harta peninggalan milik suami
Istri : sehingga harta bawaan ® milik suami
2)        Matrilinial
Perkawinan semenda
Suami : sebagai harta bawaan (milik istri, milik suami)
Istri : sebagai harta penantian ® milik suami
3)        Parental
Suami : milik suami
Istri : milik istri
                                   c.            Belum terbang
2.        Harta bawaan
1. Suami
     Patrilinial           ® milik suami
     Martilianial        ® milik suami
                                   milik istri
     Bilateral             ®milik suami
2. Patrilinial            ® milik suami
    Martilianial         ® milik istri
    Bilateral             ® milik istri
II.      Harta Pencaharian
1.         Harta Pencaharian Suami
Patrilinial                ® milik suami
Martilianial             ® milik suami
Bilateral                 ® milik suami/istri/gono-gini
2.         Harta pencaharian istri
Partrilinial              ® milik suami
Martilianial             ® milik suami
Bilateral                 ® milik suami/istri/gono-gini
3.         Harta Pencaharian Suami/Istri
Patrilinial                ® milik suami
Martilianial             ® milik suami
Bilateral                 ® milik suami/istri/gono-gini
III.   Harta Pemberian
1.       Suami
Patrilinial                ® milik suami
Martilianial             ® milik suami
Bilateral                 ® milik suami
2.       Istri
Patrilinial                ® milik suami
Martilianial             ® milik Istri
Bilateral                 ® milik Istri
3.       Suami dan Isti
Patrilinial                ® milik suami
Martilianial             ® milik Istri
Bilateral                 ® milik Gono Gini



Contoh
Kekayan Suami (A)
Suami (A)
Istri (B)
Harta Peninggalan
200 juta
250 juta
Harta Bawaan
50 juta
100 juta
Harta Pencaharian
450 juta
200 juta
Harta Pemberian
25 juta
75 juta

Jika A meninggal, berapa harta warisan A untuk masyarakat: patrilinal
1.        Harta peninggalan maka menjadi milik suami, jadi 200 juta + 250 juta = 450 juta
2.        Harta bawaan maka setelah menikah menjadi milik suami dan meninggalkan harta warisan:
50 juta + 100 juta = 150 juta
3.        Harta pencaharian, maka harta warisan dari A
450 juta + 200 juta = 650 juta
4.        Harta Pemberian, maka harta warisan dari A
25 juta + 75 juta= 100 juta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar