A. Hukum ditinjau dari sudut filsafat hakikatnya
adalah :
- hakekat Hukum adalah peraturan-peraturan yang dibuat oleh pengusaha yang berwenang, sebagai pedoman tingkah laku, dikenakan sanksi bagi yang melanggar;
- Tujuan hukum adalah Keadilan (Filosofi), kemanfaatan (Utilitas), dan Kepastian (Yuridis-dogmatis);
- Tujuan hukum bagi bangsa Indonesia tercantum pada alinea ke IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945;
B.
Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang
penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial (LNRI Tahun 2004 No. 6) berada
dalam lingkungan peradilan Umum, dan akan berlaku secara efektif mulai tanggal
14 Januari 2006;
C. Lahirnya lembaga ini menghapus keberadaan
Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (P4P dan P4D) sebagaimana diatur
oleh Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelsaian Perselisihan
Perburuhan dan Undang-Undang no. 12 tahun 1964 tentang Pemutusan Hukum Kerja
(PHK);
D.
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang diatur dalam Undang-Undang
no. 2 tahun 2004 dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara yaitu melalui Litigasi (Pengadilan)
dan Non Litigasi (di Luar Pengadilan).
Sedangkan
waktu penyelesaiannya diatur sebagai berikut:
- Non Litigasi (mediasi, konsiliasi, dan arbitrase) paling lama 30 hari kerja;
Penyelesaian
Perselisihan Di Luar Pengadilan (Non Litigasi)
1. Langkah
perundingan bipartit yang dilakukan oleh para pihak itu sendiri yang berselisih
dengan jalan musyawarah untuk mufakat di antara mereka sendiri merupakan
langkah pertama yang dapat ditempuh oleh para pihak yang berselisih dalam
hubungan industrial;
2. Penyelesaian
dengan jalan perundingan bipartit tersebut harus diselesaikan dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan bipartit
tersebut;
3. Perundingan
bipartit tersebut dianggap sukses, apabila para pihak dapat menerima hasil dari
perundingan sebelum jangka waktu yang telah ditetapkan tersebut habis. Apabila
dalam jangka waktu yang telah ditetapkan tersebut salah satu pihak menolak
untuk berunding atau tidak tercapai kesepakatan diantara para pihak, maka
perundingan bipartit dianggap gagal;
4. Jika
perundingan bipartit dapat mencapai kesepakatan , maka kesepakatan tersebut
dituangkan dalam suatu perjanjian bersama, yang kemudian perjanjian bersama
tersebut didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial;
5. Pengadilan
Hubungan Industrial setelah menerima berkas Perjanjian Bersama tersebut, akan
mengeluarkan akta bukti pendaftaran Perjanjian Bersama dan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Bersama tersebut;
6. Bila
dalam pelaksanaan Perjanjian Bersama tersebut, salah satu tidak
melaksanakannya, maka pihak yang merasa dirugikan atas perbuatan tersebut dapat
mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian Bersama tersebut didaftarkan untuk
mendapatkan penetapan eksekusi.
Apabila
tidak tercapai kata sepakat dalam musyawarah/ perundingan bipartit, maka
langkah selanjutnya adalah:
1. Para
pihak mencatatkan pada instansi yang bertanggungjawab dalam hal ketenagakerjaan
dengan menyertakan bukti-bukti bahwa telah dilakukan perundingan bipartit,
namun dalam perundingan bipartit tersebut gagal dicapai suatu kesepakatan
bersama;
2. Bila
bukti-bukti tentang telah dilakukannya perundingan bipartit tersebut dinyatakan
tidak lengkap oleh instansi ketenagakerjaan, maka para pihak diminta untuk
segera melengkapi bukti-bukti tersebut dalam waktu 7 hari kerja;
3. Jika
sudah dinyatakan bahwa bukti-bukti perundingan bipartit tersebut lengkap, maka
instansi ketenagakerjaan tersebut akan menawarkan pada para pihak untuk
menyelesaikan perselisihan tersebut melalui jalan konsiliasi atau arbitrase,
kepastian tentang cara mana yang akan dipakai oleh para pihak dalam rangka
penyelesaian perselisihan tersebut harus sudah diberitahukan kepada instansi
ketenagakerjaan tersebut dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja:
- Dengan konsiliasi untuk perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antara serikat pekerja/ serikat buruh;
- Dengan arbitrase untuk perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh;
4. Apabila
selama waktu 7 (tujuh) hari kerja para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian
perselisihan melalui konsiliasi atau arbitrase, maka penyelesaian perselisihan
dilakukan melalui mediasi oleh mediator yang berada di setiap kantor instansi
yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/ kota;
5. dalam
waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja, mediator harus sudah mengadakan
penelitian tentang duduknya perkara dan segera mengadakan sidang mediasi dengan
menghadirkan saksi atau saksi ahli;
6. Jika
sidang mediasi dapat mencapai suatu kesepakatan, maka kesepakatan tersebut dituangkan
dalam suatu Perjanjian Bersama, yang kemudian Perjanjian Bersama tersebut di
daftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial;
7. Pengadilan
Hubungan Industrial setelah menerima berkas Perjanjian Bersama tersebut, akan
mengeluarkan akta bukti pendaftaran Perjanjian Bersama dan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Bersama tersebut;
8. Bila
dalam pelaksanaan Perjanjian Bersama tersebut, salah satu pihak tidak
melaksanakannya, maka pihak yang merasa dirugikan atas perbuatan tersebut dapat
mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial kepada
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian
Bersama tersebut didaftarkan untuk mendapat penetapan eksekusi;
9. Apabila
mediasi juga tidak berhasil mencapai kesepakatan, maka mediator mengeluarkan
anjuran tertulis dan para pihak harus menyempaikan jawaban tertulis kepada
mediator selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran
tertulis. Bila menyetujui anjuran tertulis tersebut, maka selambat-lambatnya
dalam waktu 3 (tiga) hari kerja mediator harus sudah selesai membantu para
pihak membuat Perjanjian Bersama, langkah selanjutnya sama dengan poin 7, 8,
dan 9;
10. Apabila
salah satu pihak tidak menyetujui anjuran tertulis tersebut, maka dapat mengajukan
gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.
b. Litigasi
pada Pengadilan Hubungan Industrial di batasi paling lama 50 hari kerja;
Penyelesaian
Perselisihan Melalui Pengadilan (litigasi)
Skema Penyelesaian Perselisihan
Melalui Pengadilan Hubungan Industrial
1.
Pengadilan
Hubungan Industrial merupakan cara terakhir yang dapat ditempuh oleh para pihak
dalam Penyelesaian Perselisihan hubungan Industrial, jika dengan cara
perundingan bipartit tidak berhasil dicapai suatu kata muakat, maka dilakukan
dengan dua alternatif penyelesaian yaitu konsiliasi atau arbitrase, jika
alternatif tersebut tidak dipilih oleh kedua belah pihak atau salah satu pihak,
maka dilakukan mediasi, dan jika tidak berhasil dilakukan mediasi langkah yang
paling akhir adalah melalui Pengadilan hubungan Industrial;
2.
Dalam
Pasal 55 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial ditetapkan bahwa:
Pengadilan
Hubungan Industrial merupakan pengadilan khusus yang berada pada lingkungan
peradilan umum, jadi Pengadilan hubungan Industrial merupakan bagian khusus
dari peradilan umum;
3.
Mengenai
wewenang dan tugas memeriksa dan memutus dari Pengadilan Hubungan industrial
ini ditetapkan dalam Pasal 56 UU No. 2 tahun 2004 yaitu:
a.
ditingkat
pertama mengenai perselisihan hak;
b.
ditingkat
pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan;
c.
ditingkat
pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja;
d.
ditingkat
pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh
dalam satu perusahaan.
4.
Sedangkan
Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah hukum Acara
Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan umum, kecuali
yang di atur secara khusus dalam Undang-Undang ini. (Pasal 57 UU No. 2 Tahun
2004) Hukum Acara dalam PPHI adalah Hukum Acara Perdata kecuali diatur secara
khusus dalam Undang-Undang ini.
5.
Muara
dari Pengadilan Hubungan Industrial ini berpusat pada Mahkamah Agung yang
merupakan lembaga tertinggi yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di Indonesia;
6.
Susunan
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri terdiri dari : Hakim,
Hakim Ad- Hoc, Panitera muda, dan Panitera Pengganti.
7.
Sedangkan
susunan Pengadilan Hubungan Industrial pada Mahkamah Agung terdiri dari: Hakim
Agung, Hakim Ad-Hoc pada Mahkamah Agung, dan Panitera.
8.
Hakim
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri diangkat dan
diberhentikan berdasarkan Keputusan Mahkamah Agung, sedangkan Hakim Ad Hoc pada
pengadilan Hubungan industrial diangkat dengan Keputusan presiden atas usul
Ketua Mahkamah agung;
9.
Calon
Hakim Ad Hoc diajukan oleh Ketua Mahkamah agung dari nama yang disetujui oleh
Menteri atas usul serikat pekerja/ serikat buruh atau organisasi pengusaha;
10.
Hakim
Ad hoc mempunyai masa tugas dalam jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk
1 (satu) kali jabatan.
Pengangkatan
Hakim Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial dilakukan dengan memperhatikan
kebutuhan dan sumebr daya yang tersedia. Untuk pertama kalinya pengangkatan
Hakim Ad Hoc Pengadilan hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri paling
sedikit 5 (lima) orang dari unsur serikat pekerja/ serikat buruh dan 5 (lima)
orang dari unsur organisasi pengusaha;
11.
Majelis
Hakim yang bertugas untuk memeriksa dan memutus perselisihan dalam Pengadilan
Hubungan Industrial terdiri dari 1 (satu) orang Hakim sebagai Ketua Majelis dan
2 (dua) orang Hakim Ad Hoc sebagai Anggota Majelis yang memeriksa dan memutus
perselisihan;
12.
Hakim
Ad Hoc yang bertugas masing-masing 1 (satu) orang dari unsur serikat pekerja/
serikat buruh dan 1 (satu) orang dari unsur organisasi pengusaha;
13.
Pemeriksaan
yang dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial dalam
dilakukan dengan cara:
a.
Pemeriksaan
dengan Acara Biasa;
b.
Pemeriksaan
dengan acara Cepat;
14.
Dalam
mengambil putusan, majelis hakim Pengadilan Hubungan Industrial harus
mempertimbangkan hukum, perjanjian yang ada, kebiasaan keadilan.
c. Dan
Pada Mahkamah Agung Paling Lama 30 Hari Kerja;
E. Susunan Majelis Hakim pada Pengadilan hubungan
Industrial terdiri dari 1 (satu) orang hakim karir sebagai Ketua Majelis dan 2
(dua) orang hakim ad hoc yang diangkat atas usul masing-masing dari serikat
pekerja/ buruh dan dari organisasi pengusaha, demikian pula pada Majelis
Kasasi;
F. Hukum Acara (hukum formal) yang berlaku pada
pengadilan ini adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan di
Lingkungan Peradilan Umum kecuali yang diatur secara khusus dalam Undang-undang
No. 2 tahun 2004 tentang penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
G. Sedangkan Hukum Materiil yang mengatur adalah:
a.
Undang-undang
No. 2 Tahun 2004 tentang penyelesaian Perselisihan hubungan Industrial;
b.
Undang-undang
No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
c. Undang-undang
No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Buruh/ Pekerja;
d. Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (BW) Buku III;
e. Perjanjian
Kerja Bersama yang dibuat antara Serikat Buruh/ Pekerja dengan Pengusaha;
f.
Peraturan
perundang-undangan lainnya yang mengatur masalah ketenagakerjaan (Peraturan
Pemerintah, Peraturan menteri Tenaga Kerja, dll);
H. Khusus dalam pengadilan hubungan Industrial
ini harus melihat pada perlindungan terhadap hak-hak buruh/pekerja,
perlindungan pada pengusaha, iklim investasi, perekonomian secara makro
(negara), masalah keadilan, kemanfaatan dan kepastian.
DAFTAR
BACAAN
1.
Abdurahman,
H., DR, S.H, M.H., Kekuasaan Kehakiman Di
Indonesia Dalam Era Reformasi, STIH Sultan adam, Banjarmasin, 2005.
2.
Abdul
aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam,
1 ABD-FIK, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta,
1997.
3.
Achmad
Ali, Sosiologi Hukum, Kajian Empiris Terhadap Pengadilan, Jakarta: BP IBLAM, 2004.
4.
Atmasasmita,
Romli, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia
dan Penegakan Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2001.
5.
Bagir
Manan, Mengadili Menurut Hukum, Varia
Peradilan, Tahun XX No. 238, Juli 2005-11-25.
6.
Bisman Siregar, Keadilan
Hukum Dalam Berbagai Aspek Hukum Nasional, CV. Rajawali, Jakarta: 1998;
7.
Djumadi,
SH., M. Hum, Hukum Perburuhan Perjanjian
Kerja, PT. Radja Grafindo Persada, Jakarta,
2004.
8.
F.X.
Djumialdji, SH. M. Hum, Perjanjian Kerja,
Sinar Grafika, Jakarta,
2005.
9.
Hari
Supriyanto, SH. M.Hum, Perubahan Hukum
Privat ke Hukum Publik, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2004.
10.
Lalu
Husni, SH., M.Hum, Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan Di Luar Pengadilan,
PT. Rdja Grafindo Persada, Jakarta, 2005-11-25
11.
Muchsin,
Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka dan
Kebijakan Asasi, BP IBLAM, Jakarta,
2004.
12.
R.
Gunawan Oetomo, SH. MPA, Pengantar Hukum
Perburuhan dan Hukum Perburuhan di Indonesia, Grhadhika Press, 2004.
13.
Satjipto
Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung,
2000.
14.
Sehat
Damanik, Hukum Acara Perburuhan, DSS
Publishing, 2005.
15.
Sudikno
Mertokusumo, Mengenal Hukum, Yogyakarta: Liberty,
2003.
16. Suhrawardi
K Lubis, Etika Profesi hukum, Sinar
Grafika, Jakarta, 2002.
Malang, 26 Oktober 2006
Nomor : 070/MSB-LAW-FIRM/X/2006
Lamp : Surat Kuasa Khusus
H
a l : Gugatan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK)
Kepada
yth : Ketua Pengadilan Hubungan Industrial
Pada
Pengadilan Negeri Surabaya
Di –
S
u r a b a y a
Dengan
Hormat,
Perkenankanlah
kami Masbuhin, SH., Dan Firman Wahyudien, SH., Advokat pada Firma Hukum “MSB
LAW FIRM AND PARTNERS” Counsellors and Attorneys at Law berkedudukan hukum di
Jl. Raya Sengkaling No. 194 Malang Jawa Timur ;
Berdasarkan
surat kuasa
khusus, tertanggal 05
September 2006 yang telah bermaterai cukup serta aslinya terlampir
bersama ini bertindak untuk dan atas nama :
PT. ILATO METER Tbk., berkedudukan di Jakarta, dengan salah satu kantor cabangnya
di Malang,
beralamat di Jl. Karanglo No.24 Malang
;
Untuk selanjutnya
disebut sebagai - - - - - - - - - - -- - - - - - - - - - -PENGGUGAT ;
Guna
menyusun, menandatangani dan mengajukan gugatan dihadapan Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri di Surabaya terhadap :
I.
Philip Frans Maurin, beralamat di Jl. Raya Bunut – Wetan
RT 01 RW 01 Malang ;
Untuk selanjutnya disebut sebagai - - - - - -
- - - - - - - - - - - - - -Tergugat I;
II.
F.X.Sakarianto, beralamat di Jl. Bantaran Barat III
No. 16 Malang ;
Untuk selanjutnya disebut - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - Tergugat II;
III.
Ir.
Prihandoko, beralamat di Jl. Kertopamuji 50A Malang
;
Untuk selanjutnya disebut sebagai - -- - - - - - - - - - - - - - - - -
-Tergugat III;
IV.
Ir.
Prambudi Andika, beralamat
di Jl. Ciliwung Gg II No.
34A RT 07 RW VII Malang ;
Untuk selanjutnya disebut - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -Tergugat IV;
(selanjutnya secara bersama-sama
disebut sebagai “PARA TERGUGAT”)
Bahwa,
adapun surat
gugatan ini diajukan berdasarkan pada kejadian-kejadian dan atau alasan-alasan
seperti terurai dibawah ini :
1.
Hal-hal
yang mendasari diajukannya gugatan ini kepada Tergugat I adalah:
- Bahwa, Tergugat I adalah karyawan Penggugat sejak tanggal 30 Mei 2003 (Bukti P-1Ai dan P-1Aii);
- Bahwa, Tergugat I terakhir menempati posisi sebagai Supir/ Pengemudi Direct Sale pada toko penggugat di Malang dengan gaji/ upah terakhir sebesar Rp 730.000,- (Bukti P-1B).
- Bahwa, pada tanggal 4 Agustus 2005, Tergugat I telah mendapat Surat Peringatan I (Bukti P-1C) dari Penggugat karena melanggar ketentuan Peraturan Perusahaan Pasal 26 angka 9 tentang Jenis-jenis Kesalahan yang dapat dikenakan SP I (Bukti P-1D) yaitu pada tanggal 11 Juli 2005, Tergugat I meninggalkan tugas/ pekerjaannya tanpa ijin dari atasannya pada saat dibutuhkan dalam melaksanakan tugasnya yaitu untuk mengantar karyawan Direct Sale.
- Bahwa, pada tanggal 18 Oktober 2005, Penggugat telah memanggil Tergugat I untuk pembinaan/ konseling karena:
i.
pada
tanggal 29 September 2005 tidak masuk kerja tanpa pemberitahuan/ alasan yang
sah;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar