ACARA PERMOHONAN CERAI TALAK
u Permohonan
cerai talak diatur dalam pasal 66 – 72 UU No. 7/ 1989, pasal 14 – 18 PP. No. 9/1975,
BAB XVI pasal 113 – 148 Kompilasi Hukum Islam, sebagai hukum acara khusus.
Tatacara penyelesaian permohonan cerai talak diatur sebagai
berikut:
u Perceraian
hanya dapat dilakukan dimuka sidang.
- Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak (pasal 39 (1) UUP).
- Permohonan cerai talak, meskipun memakai istilah permohonan tetapi harus diproses sebagai perkara contentius, karena di dalamnya mengandung unsur sengketa serta untuk melindungi hak-hak istreri dalam mencari upaya hukum.
u Surat
Pemohonan cerai talak
- Seorang suami yang beragama Islam (melangsungkan perkawinan menurut hukum Islam), yang akan menceraikan isterinya mengajukan permohonan kepada Pengadilan agama untuk mengadakan sidang guna penyaksian ikrar talak (pasal 86 ayat (1) UU -PA).
- Permohonan tersebut di atas memuat:
a.
Nama, umur dan tempat kediaman pemohon,
yaitu suami dan termohon yaitu isteri.
b.
Alasan-alasan yang menjadi dasar cerai
talak (pasal 67 UU – PA)
- Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri (pasal 39 ayat (2) UUP).
- Alasan-alasan untuk melakukan perceraian telah diatur secara limitatif dalam penjelasan pasal 39 (2) UUP, pasal 19 PP. No. 9/ 1975, pasal 116 KHI.
u Petitum
dalam surat permohonan cerai talak dapat berbunyi:
- “Mengabulkan permohonan Pemohon”
- “Menetapkan, mengijinkan kepada Pemohon A untuk mengucapkan ikrar talak terhadap termohon B di depan sidang Pengadilan Agama ……”
- “Menetapkan akan membuka sidang guna menyaksikan ikrar talak Pemohon dimaksud”.
- “Menetapkan biaya menurut hukum”.
Sesuai
apa yang dikehendaki oleh pasal 14 PP. No. 9/ 1975, pasal 66 ayat (1) UU-PA
ACARA CERAI GUGAT
u Gugatan
cerai (cerai gugat) diatur dalam pasal 40 UU No. 1/ 1974, pasal 20 – 36 PP. No.
9/1975, pasal 73 – 88 UU No. 7/1989, pasal 113 – 148 Kompilasi Hukum Islam.
Tata cara penyelesaian cerai gugat di atur sebagai berikut:
u Gugatan
cerai diajukan kepada Pengadilan Agama
- Cerai gugat diajukan oleh seorang isteri yang melakukan perkawinan menurut agama Islam (penjelasan pasal 20 PP No. 9/1975)
- Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan agama (pasal 40 ayat (1) jo pasal 63 ayat (1) tahun 1974).
u Surat
Pemohonan cerai talak
- Seorang suami yang beragama Islam (melangsungkan perkawinan menurut hukum Islam), yang akan menceraikan isterinya mengajukan permohonan kepada Pengadilan agama untuk mengadakan sidang guna penyaksian ikrar talak (pasal 86 ayat (1) UU -PA).
- Permohonan tersebut di atas memuat:
- Nama,
umur dan tempat kediaman pemohon, yaitu suami dan termohon yaitu isteri.
-
Alasan-alasan yang menjadi dasar cerai talak
(pasal 67 UU – PA)
u Untuk
melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami isteri tidak
akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri (pasal 39 ayat (2) UUP).
u Alasan-alasan
untuk melakukan perceraian telah diatur secara limitatif dalam penjelasan pasal
39 (2) UUP, pasal 19 PP. No. 9/ 1975, pasal 116 KHI.
u Petitum
dalam surat permohonan cerai talak dapat berbunyi:
- “Mengabulkan permohonan Pemohon”
- “Menetapkan, mengijinkan kepada Pemohon A untuk mengucapkan ikrar talak terhadap termohon B di depan sidang Pengadilan Agama ……”
- “Menetapkan akan membuka sidang guna menyaksikan ikrar talak Pemohon dimaksud”.
- “Menetapkan biaya menurut hukum”.
Sesuai
apa yang dikehendaki oleh pasal 14 PP. No. 9/ 1975, pasal 66 ayat (1) UU-PA
ACARA CERAI GUGAT
u Gugatan
cerai (cerai gugat) diatur dalam pasal 40 UU No. 1/ 1974, pasal 20 – 36 PP. No.
9/1975, pasal 73 – 88 UU No. 7/1989, pasal 113 – 148 Kompilasi Hukum Islam.
Tata cara penyelesaian cerai gugat di atur sebagai berikut:
u Gugatan
cerai diajukan kepada Pengadilan Agama
- Cerai gugat diajukan oleh seorang isteri yang melakukan perkawinan menurut agama Islam (penjelasan pasal 20 PP No. 9/1975)
- Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan agama (pasal 40 ayat (1) jo pasal 63 ayat (1) tahun 1974).
- Surat gugatan cerai
3. Surat gugatan cerai memuat:
a.
nama, umur dan tempat kediaman
penggugat, yaitu isteri, dan tergugat
yaitu suami;
b.
alasan-alasan yang menjadi dasar
perceraian;
c.
petitum perceraian.
4. Gugatan cerai dapat diajukan berdasarkan alasan atau
alasan-alasan yang diatur dalam penjelasan pasal 39 ayat (2) UU No. 1/1974,
pasal 19 PP No. 9 tahun 1975, pasal 116 dan 51 Kompilasi Hukum Islam, yaitu:
a.
Suami berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang
sukar disembuhkan;
b. Suami
meninggalkan isteri selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ijin isteri dan tanpa
alasan yang sah atau karena hal lain
diluar kemampuannya;
c. Suami
mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun
atau hukuman yang lebih berat setelah
perkawinan berlangsung;
d.
Suami melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak isteri;
e. Suami
mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan
kewajibannya sebagai suami;
f.
Anata suami isteri terus menerus terjadi
perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam
rumah tangga;
g. Suami
melanggar ta’lik talak
h. Suami
murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga;
i.
Suami melanggar perjanjian perkawinan (pasal 51
KHI)
u Kewenangan relatif Pengadilan Agama
- Gugatan perceraian diajukan oleh isteri atau kuasanya kepada Pengadilan agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali dalam hal:
a. Penggugat
dengan sengaja meninggalkan tempat
kediaman bersama tanpa ijin tergugat,
maka gugatan cerai diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi
tempat kediaman tergugat,
b. Penggugat
bertempat kediaman di Luar negeri, maka gugatan perceraian juga diajukan kepada
Pengadilan Agama yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman tergugat,
c. Penggugat
dan tergugat bertempat kediaman di Luar negeri, maka gugatan diajukan kepada
Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (pasal 73 UU
No. 7/1989).
- Gugatan cerai diproses di Kepaniteraan Gugatan dan dicatat dalam Register Induk Perkara Gugatan.
Pemanggilan
Pihak-pihak
Pemanggilan pihak-pihak dalam
perkara cerai gugat dilakukan sama dengan panggilan dalam perkara cerai talak.
Panggilan terhadap para pihak
yang tempat kediamannya berada di wilayah Pengadilan lain, dilakukan melalui
Pengadilan Agama di Tempat kediaman pihak yang dipanggil (pasal 103 (2) UU-PA).
Pemeriksaan
Pemeriksaan gugatan perceraian
dilakukan oleh Majelis Hakim selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah
berkas atau surat gugatan perceraian didaftarkan di Kepaniteraan.
Pemeriksaan dilakukan dalam
sidang tertutup, demikian pula pemeriksaan terhadap saksi-saksi (pasal 80 UU
No. 7/1989, pasal 33 PP No. 9/ 1975)
Tenggang waktu antara pendaftaran
perkara dengan pemeriksaan sama dengan dalam perkara cerai talak.
Komulasi perkara
Gugatan soal pengausaan anak,
nafkah anak, nafkah isteri dan harta bersama suami isteri dapat diajukan
bersama-sama dengan gugatan perceraian ataupun sesudah putusan perceraian
memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 86 (1) UU-PA).
Tata cara pemeriksaan komulasi
perkara ini sama dengan dalam perkara cerai talak. Apabila tergugat mengajukan
rekonpensi maka diselesaikan menurut tata cara rekonpensi.
Upaya perdamaian
Upaya perdamaian dalam perkara gugatan cerai dilakukan sama seperti dalam perkara cerai
talak.
Gugat provisionil
Selama berlangsungnya gugatan
perceraian, atas permohonan penggugat atau tergugat atau berdasarkan
pertimbangan bahaya yang mungkin ditumbuhkan, Pengadilan dapat mengijinkan
suami steri tersebut untuk tidak tinggal dalam satu rumah (pasal 77 UU-PA,
pasal 24 PP No. 9/1975).
Permohonan tersebut dapat diajukan secara lisan dalam persidangan dan dicatat dalam berita
acara Persidangan. Ijin untuk tidak tinggal dalam satu rumah diberikan oleh
Hakim dalam persidangan dan dicatat
dalam berita acara persidangan.
Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat, pengadilan dapat:
a. Menentukan nafkah yang ditanggung oleh suami
b. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan
dan pendidikan anak.
c. Menentukan hal-hal
yang perlu menjamin terpeliharanya barang-barang
yang menjadi hak bersama suami isteri
atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak
isteri (pasal 78 UU-PA, pasal 24 PP No. 9/1975)
Gugatan tersebut di atas merupakan gugatan provisionil dan
karenanya diselesaikan menurut tata cara gugatan provisonil dan karenanya
diselesaikan menurut tata cara gugatan
provisionil sebagaimana telah diuraikan pada
Bab VI Bagian N sub 5 tentang gugatan Provisionil.
ACARA PERMOHONAN IJIN POLIGAMI
u Permohonan
ijin beristeri lebih dari seorang (poligami) diatur dalam pasal-pasal 3, 4 dan
5 UU No. 1/1974, pasal 40 – 44 PP No. 9/1975, pasal 55 – 59 Kompilasi Hukum
Islam.
Tata cara permohonan ijin poligami diatur sebagai berikut:
u Poligami
harus ada ijin dari Pengadilan Agama
1.
Seorang suami yang hendak beristeri lebih dari seorang (poligami) harus mendapat
ijin lebih dahulu dari Pengadilan Agama
di tempat tinggalnya (pasal 4 ayat (1)
UU No. 1/1974).
u Kewenangan
relatif PA
3. Permohonan
ijin untuk beristeri lebih dari seorang diajukan kepada Pengadilan Agama di tempat tinggalnya (pasal 4 ayat (1) UU No.
1/1974)
Surat Permohonan
3. Surat permohonan ijin beristeri lebih dari
seorang harus memuat:
a. nama, umur,
dan tempat kediaman Pemohon, yaitu suami
dan termohon, yaitu isteri/ isteri-isteri;
b. alasan-alasan untuk beristeri lebih dari
seorang;
c.
petitum.
4.
Permohonan ijin poligami merupakan perkara contentius, karena harus ada (diperlukan)
persetujuan isteri. Karena itu, perkara
ini diproses di Kepaniteraan Gugatan dan
didaftar dalam perkara Register Induk
Perkara Gugatan.
Pemeriksaan
Pemeriksaan permohonan ijin
poligami dilakukan oleh Majelis Hakim selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
setelah diterimanya surat permohonan beserta lampiran-lampirannya (pasal 42
ayat (2) PP No. 9/1975).
Pada dasarnya, pemerisaan
dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum, kecuali apabila karena alasan-alasan
tertentu menurut pertimbangan hakim yang dicatat dalam Berita Acara
Persidangan, pemeriksaan dapat dilakukan dalam sidang tertutup (pasal 17 yat
(1) UU No. 14/1970)
Upaya damai
Pada sidang pertama pemeriksaan perkara ijin poligami, Hakim
berusaha mendamaikan (pasal 130 ayat (1) HIR).
Jika tercapai perdamaian, perkara dicabut kembali oleh pemohon.
Pembuktian
Pengadilan Agama kemudian memeriksa mengenai:
·
Ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan
seorang suami kawin lagi, sebagai syarat alternatif yaitu:
·
bahwa isteri tidak dapat menjalankan
kewajibannya sebagai isteri;
- bahwa isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; atau
- bahwa isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
- Ada atau tidak adanya persetujuan dari isteri, baik persetujuan lisan maupun tertulis, yang harus dinyatakan didepan sidang.
- Ada atau tidak adanya kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak dengan memperlihatkan:
- Surat keterangan mengenai penghasilan suami yang ditandatangani oleh bendahara tempat bekerja, atau
ii. Surat keterangan pajak penghasilan; atau
iii. Surat keterangan lain yang dapat diterima oleh Pengadilan.
ada atau tidak adnya jaminan
bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka
dengan pernyataan atau janji dari suami yang dibuat dalam bentuk yang
ditetapkan untuk itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar