Minggu, 25 Desember 2011

PENYELESAIAN PERKARA KONEKSITAS


HUKUM MILITER

PENYELESAIAN PERKARA KONEKSITAS
Perkara koneksitas adalah suatu perbuatan pidana dilakukan oleh militer secara bersama-sama dengan masyarakat sipil, diatur dalam pasal 89 – 94 KUHAP, Keterlibatan anggota militer bersama-sama dengan orang sipil dalam melakukan suatu tindak pidana dalam hukum pidana termasuk dalam perkara koneksitas, artinya ada dua pengadilan yang berada dalam lingkup peradilan yaitu peradilan umum bagi orang sipil dan peradilan militer bagi mereka yang anggota militer. Bagi orang sipil tunduk sepenuhnya pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sedangkan bagi anggota militer tunduk pada Hukum acara yang diatur dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Artinya para pihak berasal dari lingkungan peradilan yang berbeda. dalam ketentuan pasal 10 ayat (2) Undang-Undang nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, dikenal empat lingkungan peradilan yang berada dalam lingkungan Mahkamah Agung, yang mana masing-masing lembaga peradilan memiliki kompetensi dan kewenangan yang berbeda dalam mengadili, Kewenangan masing-masing lingkungan peradilan bersifat absolut dan tidak bisa dicampuri oleh lingkungan peradilan lain.

Suatu perkara koneksitas diperiksa dalam lingkungan peradilan militer hanya apabila terdapat 2 hal yaitu :
1.      Jika ada keputusan Menteri Pertahanan yang mengharuskan perkara koneksitas ini diperiksa dan diadili oleh lingkungan Peradilan Militer.
2.      Keputusan Menteri Pertahanan tersebut telah mendapat persetujuan dari Menteri hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) bahwa perkara koneksitas itu diperiksa dan diadili oleh oleh lingkungan Peradilan Militer.
            pasal 89 kuhap Lebih jelasnya lagi dalam pasal 24 uu no 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman mengatakan “tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali dalam keadaan tertentu menurut keputusan mahkamah agung perkara tersebut harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
Dalam penjelasan pasal ini menjelaskan yang dimaksud dalam “keadaan tertentu” adalah dilihat dari titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut. Jika titik berat kerugian terletak pada kepentingan militer, perkara tersebut diadili oleh pengadilan di lingkungan peradilan militer, sedangkan Jika titik berat kerugian terletak pada kepentingan umum, maka perkara tersebut diadili oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum.
Berdasarkan hal inilah jelas bahwa terlebih dahulu harus ada kajian untuk menentukan peradilan mana yang lebih kompeten dalam mengadili perkara tersebut. Dalam pasal 90 ayat 1 kuhap dikatakan , untuk menetapkan apakah pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau pengadilan dalam lingkungan peradilan umum yang akan mengadili perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 89 ayat 1, diadakan penelitian bersama oleh jaksa atau jaksa tinggi dan oditur militer oditur militer tinggi atas dasar hasil penyidikan tim tersebut pada pasal 89 ayat 2. selanjutnya pendapat dan penelitian tersebut dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh para pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1.
Jika dalam penelitian bersama itu terdapat persesuaian pendapat tentang pengadilan yang berwenang mengadili perkara tersebut, maka hal itu dilaporkan oleh jaksa atau jaksa tinggi kepada kejagung dan oleh oditur militer atau oditur militer tinggi kepada jenderal angkatan bersenjata RI (Panglima TNI).
Apabila menurut pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3) titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut terletak pada kepentingan umum dan karenanya perkara pidana itu harus diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.
maka perwira penyerah perkara segera membuat surat keputusan penyerahan perkara yang diserahkan melalui oditur militer atau oditur militer tinggi kepada penuntut umum, untuk dijadikan dasar mengajukan perkara tersebut kepada pengadilan negeri yang berwenang. Sedangkan apabila menurut pendapat itu titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut terletak pada kepentingan militer sehingga perkara pidana itu harus diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer, maka pendapat sebagaimaƱa dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3) dijadikan dasar bagi Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia untuk mengusulkan kepada Menteri Pertahan dan Keamanan, agar dengan persetujuan Menteri Kehakiman dikeluarkan keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan yang menetapkan, bahwa perkara pidana tersebut diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
Dalam pasal 93 ayat 1 dikatakan apabila dalam penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) terdapat perbedaan pendapat antara penuntut umum dan oditur militer atau oditur militer tinggi, mereka masing-masing melaporkan tentang perbedaan pendapat itu secara tertulis, dengan disertai berkas perkara yang bersangkutan melalui jaksa tinggi, kepada Jaksa Agung dan kepada Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Sehingga berdasarkan hal itu Jaksa Agung dan Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia bermusyawarah untuk mengambil keputusan guna mengakhiri perbedaan pendapat tersebut.

2. Proses Pemeriksaan Perkara koneksitas
a.    Penyidikan perkara koneksitas
Pasal 89 (2) KUHAP telah menentukan cara dan aparat yang berwenang dalam melakukan penyidikan terhadap perkara koneksitas. Aparat penyidik perkara koneksitas terdiri dari suatu tim tetap, yang terdiri dari unsur :

a. Penyidik Polri;
b.   Polisi Militer;
c.    Oditur Militer atau Oditur Militer Tinggi
Cara bekerja tim disesuaikan dengan kewenangan yang ada pada masing-masing unsur tim. Bila dilihat dari segi wewenang masing-masing unsur tim, maka :
a.      tersangka pelaku sipil diperiksa oleh unsur penyidik Polri.
b.      Sedangkan tersangka pelaku anggota TNI/Polri diperiksa oleh penyidik dari Polisi Militer dan Oditur Militer.

Susunan Majelis Peradilan koneksitas
Susunan Majelis hukum peradilan perkara koneksitas disesuaikan dengan lingkungan peradilan yang mengadili perkara tersebut. Apabila perkara koneksitas diperiksa dan diadili oleh lingkungan peradilan umum, maka susunan Majelis Hakimnya adalah :
o   Sekurang-kurangnya Majelis Hakim terdiri dari tiga orang.
o   Hakim Ketua diambil dari Hakim Peradilan Umum (Pengadilan Negeri).
o   Hakim Anggota ditentukan secara berimbang antara lingkungan peradilan umum dengan lingkungan peradilan militer.

Apabila perkara koneksitas diperiksa dan diadili oleh lingkungan Peradilan Militer, maka susunan Majelis Hakimnya adalah :
·         Hakim Ketua dari lingkungan Peradilan Militer.
·         Hakim Anggota diambil secara berimbang dari hakim Peradilan Umum dan Peradilan Militer.
·         Hakim Anggota yang berasal dari lingkungan Peradilan Umum diberi pangkat militer “tituler”.
·         Yang mengusulkan Hakim Anggota adalah Menteri hukum dan Hak Asasi Manusia bersama dengan Menteri Pertahanan.

Susunan ini juga berlaku pada susunan Majelis Hakim pada tingkat Banding.

Perkara Koneksitas Memakan Waktu yang Lama
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, suatu perkara hanya bisa disidangkan sebagai perkara koneksitas jika ada keputusan dari Menteri Pertahanan dan telah disejui oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Belum lagi menunggu hasil pengkajian dari tim penyidik yang dibentuk untuk menentukan apakah perkara masuk lingkungan peradilan umum atau militer, sehingga dapat kita bayangkan waktu yang akan diperlukan untuk menyelesaikan perkara tersebut.
Hal ini pernah menjadi alasan dari brigadir Jenderal Soenarko GA, selaku komandan polisi angkatan laut dalam kasus pembunuhan Direktur PT Asaba Budyarto Angsono tahun 2004 silam. Ketika itu pengacara Gunawan Santosa meminta untuk menyidangkan kasus tersebut secara koneksitas, karena sesuai dengan dugaan awal terdakwa Gamawan dibantu oleh 4 orang marinir.
Seharusnya masalah ini juga perlu untuk diperhatikan agar prinsip-prinsip pengadilan yang cepat. Tepat dan murah dapat terwujud tanpa menyampingkan nilai-nilai keadilan yang sesunggunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar